KESEHATAN MENTAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik.
Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang spektakuler,
khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, ia telah
menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern sebagai
kesengsaraan rohaniah. Modernitas telah menyeret manusia pada kegersangan
spiritual. Ekses ini merupakan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang
terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif
yang telah terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang
variatif.
Ironisnya, masalah
kejiwaan yang dihadapi individu sering mendapat reaksi negatif dari orang-orang
yang berada di sekitarnya. Secara singkat lahirnya stigma ditimbulkan oleh
keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai etiologi gangguan jiwa, di samping
karena nilai-nilai tradisi dan budaya yang masih kuat berakar, sehingga
gangguan jiwa sering kali dikaitkan oleh kepercayaan masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karenanya, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mau
terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang lebih ilmiah (rasional dan obyektif)
dan memilih untuk mengenyampingkan perawatan medis dan psikiatris terhadap
gangguan jiwa.
Dalam konsep kesehatan
mental Islam, pandangan mengenai stigma gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan
pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya. Namun, yang ditekankan di
dalam konsep kesehatan mental Islam di sini adalah mengenai stigma gangguan
jiwa yang timbul oleh asumsi bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh
kekuatan supranatural dan hal-hal gaib.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan islam tentang
kesehatan mental ?
2. Apa saja prinsip keagamaan dalam islam
mengenai kesehatan mental ?
3. Apa yang dijadikan dasar hukum mengenai
pandangan islam tentang kesehatan mental?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memahami definisi kesehatan mental dalam
pandangan islam.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Memahami definisi kesehatan mental.
b. Mampu menghubungkan
konsep islam tentang kesehatan mental dengan ilmu keperawatan.
c. Mampu
mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan konsep islam.
Bab II
Pembahasan
A.Ilmu Kesehatan dan Kesehatan Mental Menurut Islam
Manusia dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik
materil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan penyesuaian diri
atau adjustment. Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat atau tidak bisa
menyesuaikan diri dikatakan ksehatan mentalnya terganggu atau diragukan.
(Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan
Jiwa/Mental, 1974. hal 10)
Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang
menghindarkan dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan
penyesuaian diri yang tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap
binatang yang biasa seperti kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh
tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan
penyesuaian diri secara wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak
bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari
kesehatan mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacam-macam
fungsi jasmani disertai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran
yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, disamping secara positif merasa
gesit, kuat dan semangat.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat
penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan
yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber
daya manusia yang tinggi. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68)
Kenapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya karena kesehatan mental
tersebut menyangkut segala aspek kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari
kehidupan pribadi, keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang
pekerjaaan dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagian manusia. Hal itu
karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan,
kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat
sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat,
karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia
melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan mental,
misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme. Sungguhpun demikian
teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak menyentuh seluruh dimensi
(aspek) dan aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk multidimensional dan
multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya
memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan seni
(estetika). Sedangkan sebagai makhluk multi potensial manusia memiliki potensi
yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya yang dalam islam
terkandung dalam asma ulhusna. Salah satunya adalah agama. Agama adalah jalan
utama menuju kesehatan mental, karena dalam agama ada kebuutuhan-kebutuhan jiwa
manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dla memenuhi kebutuhaan, serta
sampai kepada kekuatan untuk menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa
dampak psikologis yang negative. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai
“akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai
“keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram ketika ia
melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam
yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki
manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan
Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman
dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut
islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan
kesehatan mental:
1.
Pola negatif (salaby),
bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari neurosis
(al-amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
2.
Pola positif (ijabiy),
bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap
diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam
ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan
Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan
membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui
ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal
yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ
أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka
seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (keadaan
nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(Q.S. 3: 164)
Dalam hadits Rasulullah
dijelaskan juga yaitu:
Artinya: Sesungguhnya
aku diutus oleh Allah adalah bertugas untuk menyempurnakan kemulian Akhlak
manusia.
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an dan hadits diatas dapat ditegaskan bahwa
kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan
dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena asas,
cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam
misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai
petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia
dalam menuju kebahagian dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang
ditegaskan dalam ayat berikut:
Artinya: Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada
orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah kapada yang mungkar. Keimanan,katqwaan,amal saleh,berbuat yang makruf,
dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting dalam usaha
pembinaan kesehatan mental.
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka
bertambah di
samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan
adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Fath: 4)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan
Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke
dalam hati orang yang beriman.
Artinya: Sesungguhnya
Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi
khabar gembira
kepada
orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar. (Q.S. Al-Isra: 9)
Artinya: Dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan
Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S.
Al-Isra: 82)
Artinya: Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. (Q.S. Yunus: 57)
Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat
dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Qur’an (islam) yang
berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah
bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang
berkualitas dan berbahagia.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental.
Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan
pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip
keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang
kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Prinsip dan filsafat
tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad dijadikan oleh Allah
SWT. Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah adalah untuk
beribadah dan menjadi khalifah di bumi.
2.
Prinsip dan filsafat
tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan sifat manusia. Dalam
keyakinan islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul
husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat.
3.
Prinsip dan filsafat
tentang keadaan amanah dan fungsi manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di
bumi. Manusia dijadikan Allah berfungsi sebagai khalifah di muka bumi.
Sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakni
ibadah dan siyadah atau imtak dan ipteks, agar manusia itu
berhasil dalam mengelola bumi.
4.
Prinsip dan filsafat
tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah sewaktu manusia masih
berada dalam kandungan ibunya masing-masing. Allah menjadikan manusia
dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian
dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga membuat para malaikat
menaruh hormat yang tinggi kepada manusia.
5.
Prinsip dan filsafat
tentang manusia dan pendidikannya. Manusia dalam pandangan islam adalah makhluk
multidimensional dan multipotensial.
6.
Prinsip dan filsafat
tentang hakikat manusia Dalam pandangan islam hakikat dari manusia itu
adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan menjadi sumber
kehidupan.
Berdasarkan pandangan dan pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan
pengertian kesehatan jiwa/mental dalam islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa
menurut islam tidak lain adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi
dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian kepada
Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab serta kepatuhan dan
ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud
nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).
B. Kesehatan Mental dalam Khazana Pemikiran Islam
Di samping itu dalam sejarah perkembangan pemikiran dalam islam tentang
kejiwaan dan hidup kerohanian banyak pula ditemukan konsep islam tentang
kesehatan jiwa (shihhat al nafs) yang ditulis oleh ulama klasik. Seperti:
Ibnu Rusyd mengartikan kesehatan jiwa itu dengan takwa. Dalam pengertian
ini orang yang sangat sehat jiwanya adalah orang yang memiliki keimanan dan
ketakwaan dalam kehidupan jiwanya. Takwa sebagai konsep kesehatan jiwa
dalam islam bagi Ibnu Rasyd dapat dimaklumi dan dipahami, karena makna takwa
itu luas dan tinggi.
Tegasnya Ibnu Rusyd mengatakan takwa adalah kesehatan jiwa dan hawa nafsu
adalah unsure jiwa yang membuat kehidupan jiwa terganggu dan sakit. Kesehatan
jiwa dalam arti takwa itu berasal dari Allah SWT.
Adapun al-Ghazali mengistilahkan kesehatan jiwa itu dengan tazkiyat
al nafs yang artinya identik dengan iman dan takwa sebagai yang telah
dijelaskan. Ia mengartikan tazkiyat al nafs itu dengan ilmu penyakit jiwa dan
sebab musababnya, serta ilmu tentang pembinaan dan pengembangan hidup kejiwaan
manusia, suatu pengertian yang identik dengan kesehatan jiwa. Pengertian
tersebut tidak terbatas pada konsepnya pada gangguan dan penyakit kejiwaan
serta perawatan dan pengobatannya, tetapi juga meliputi pembinaan dan
pengembangan jiwa manusia setinggi mungkin menuju kesehatan dan kesempurnaannya
sesuai dengan arti kata tazkiyat itu sendiri dalam pendidikan al-Qur’an
berikut:
Artinya: demi jiwa
dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah menghilangkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan
ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang melakukan proses tazkiyah (pembinaan takwa) dalam
dirinya,
sebaliknya merugilah orang-orang yang mengotori jiwa (mengikuti hawa nafsu
dalam pembinaan
jiwanya) atau tadsiyat al naf s. (Q.S. Asy Syamsu:
7-10)
Dari keterangan ayat diatas dapat pula diambil suatu pedoman bahwa tujuan
dari pembinaan dan pengembangan jiwa itu dalam islam adalah untuk mewujudkan
kondisi kesehatan jiwa yang baik. (al-falah) yang diperoleh melalui pendidikan
tazkiyah atau pembinaan potensi jiwa takwa dalam diri. Sehingga jiwa
muthmainnah menyempurnakan kehidupan mental manusia, dan inilah tujuan yang
paling tinggi dari usaha pembinaan dan pengembangan kesehatan jiwa dalam Islam
yang harus dicapai oleh setiap muslim muslimah.
Dengan demikian kesehatan jiwa itu juga identik bagi al-Ghazali dengan
keimanan dan ketakwaan dalam arti tazkiyat al nafs. Dari uraian yang telah
dikemukakan di atas dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi
yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti
psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia dalam
Islam.
Bab III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat
penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan
yang baik orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber
daya manusia yang tinggi.
Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah
kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor
tersebut sangat sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia
dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian
didunia melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental.
Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan
pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam. Berdasarkan
pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip keagamaan dan pemikiran
filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam tentang kesehatan
jiwa. dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa memiliki relevansi yang sangat
erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan
kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia dalam Islam.
2. Saran
Dalam penulisan makalah
ini banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun dari segi penulisan
untuk itu pemakalah minta kritik dan sarannya yang bersifat mendidik untuk
kemajuan yang akan mendatang dari berbagai pihak.
Daftar Puataka
Rochman,kholil lur. (2010), Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN
Press.http://okkyyudistira.wordpress.com/2012/03/21/pandangan-islam-mengenai-kesehatan-mental/
bagus blognya singkat padat dan jelas...makasih